Minggu, 24 November 2013

Fisiologi Tanaman



Laju Respirasi Tanaman Garut (Maranta arundinacea L.) setelah Pemberian Asam Giberelat (GA3)
KHOIRUN NISA’
125040201111248
Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya
Malang
2013

Abstrak
Respirasi adalah Pembakaran membutuhkan oksigen (O2), terjadai di dalam setiap sel yang hidup. Energi yang diperoleh berupa energi kimia (ATP) yang digunakan untuk berbagai aktivitas fisiologi dalam tubuh. Dari hasil penelitian (Giyatmi, dkk. 2006) Produksi tanaman (M. arundinacea). Perlakuan GA3 dengan konsentrasi di atas 50 ppm menghasilkan nilai yang lebih rendah dari kontrol. Selain melakukan proses fotosintesis tanaman juga melakukan proses respirasi. Pada perlakuan GA3 dengan konsentrasi 150 ppm, hasil fotosintesis diduga lebih diarahkan pada pembentukan anakan sehingga jumlah anakan yang terbentuk paling tinggi dan laju respirasinya rendah.

1.      Introduction
Maranta arundinacea L. atau arrowroot diduga berasal dari Amerika Timur, termasuk daerah Karbia dan Amerika Selatan bagian utara yaitu Equador bagian barat dan daerah savana Guiana. Sekarang banyak di budidayakan di daerah tropik. Di Asia Tenggara banyak di budidayakan. Di St Vincent terdapat dua kulivator utama M. Arundinacea yang di budidayakan yaitu Creola dan Banana. Sampai kini belum di ketahui secara pasti putih, menembus tanah lebih dalam, bentuknya kurus, panjang, dan dapat disimpan lebih dari tujuh hari tanpa kerusakan dan pembusukan yang serius.
Upaya pengembangan tanaman garut masih perlu ditingkatkan mengingat kebutuhan pangan yang terus meningkat. Agar kebutuhannya terpenuhi harus diimbangi dengan peningkatan jumlah produksi dengan terus berusaha memperbaiki budidayanya. Salah satu komponen budidaya adalah penggunaan zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh mampu mempengaruhi sintesis protein termasuk klorofil, dengan peningkatan klorofil diharapkan akan meningkatkan fotosintat yang dihasilkan. Fotosintat merupakan substrat respirasi sehingga peningkatan fotosintat akan meningkatkan respirasi yang menghasilkan energi untuk pertumbuhan tanaman yang pada akhirnya akan meningkatkan hasil tanaman. Untuk mencapai produksi yang tinggi tanaman memerlukan faktor-faktor tumbuh yang optimum baik berupa hormon yang dihasilkan oleh tanaman sendiri maupun zat pengatur tumbuh. Faktor lingkungan seperti cahaya, suhu, air dan zat hara yang berkaitan erat dengan lingkungan berupa kondisi tanah, daerah dan iklim juga mempengaruhi produksi tanaman. Salah satu hormon tanaman yang penting adalah giberelin. Giberelin mempercepat pertumbuhan tanaman. Hormon ini bersifat tidak hanya merangsang pertumbuhan melainkan juga merupakan zat yang berfungsi mengendalikan pertumbuhan tanaman termasuk pembungaan, pemanjangan batang dan pematahan dormansi biji. Giberelin yang biasa digunakan untuk penelitian fisiologi tumbuhan adalah asam giberelat (GA3). Pada GA3, GA4 dan GA9 terdapat jembatan lakton sehingga golongan giberelin ini memiliki aktivitas biologis yang lebih besar dibandingkan dengan yang lain, selain itu asam giberelat (GA3) juga banyak tersedia di pasaran.

2.      Laju respirasi tanaman garut (Maranta arundinacea L.) setelah pemberian Asam Giberelat (GA3)

a.      Respirasi dan tempat terjadinya
Respirasi adalah Pembakaran membutuhkan oksigen (O2), terjadai di dalam setiap sel yang hidup. Energi yang diperoleh berupa energi kimia (ATP) yang digunakan untuk berbagai aktivitas fisiologi dalam tubuh. Di samping itu, pembakaran menghasilkan pula zat sisa berupa gas asam arang (CO2) dan air. Tumbuhan juga menyerap O2 untuk pernafasannya, umumnya diserap melalui daun (stomata). Pada keadaan aerob, tumbuhan melakukan respirasi aerob. Bila dalam keadaan anaerob atau kurang oksigen, jaringan melakukan respirasi secara anaerob. Misal pada akar yang tergenang air. Pada respirasi aerob, terjadi pembakaran (oksidasi) zat gula (glukosa) secara sempurna, sehingga menghasilkan energi jauh lebih besar (36 ATP) daripada respirasi anaerob (2 ATP saja). Demikian pula respirasi yang terjadi pada jazad renik (mikroorganisma). Sebagian mikroorgaanisma melakukan respirasi aerobik (dengan zat asam), anerobik (tanpa zat asam) atau cara keduanya (aerobik fakultatif).
Respirasi terjadi pada seluruh sel yang hidup, khususnya di Mitokondria. Proses ini bertujuan untuk membangkitkan energi kimia (ATP). ATP dibentuk dari penggabungan ADP + Pi (fosfat anorganik) dengan bantuan pompa H+-ATP-ase, dalam rantai transfer elektron yang terdapat pada membran mitokondria. Peristiwa aliran elektron dan atau proton (H+) dalam rantai tranfer elektron pada dasarnya adalah peristiwa Reduksi Oksidasi (Redoks). Oleh sebab itu, pembentukan ATP yang digerakkan oleh energi hasil oksidasi dan perbedaan proton antara ruang antar membran dengan membran sebelah dalam mitokondria disebut fosfotilasi oksidatif. Teori pembentukan ATP oleh gradient proton ini dicetuskan oleh Piter Mitchell yang dikenalkan dengan teori Chemiosmotik.

b.      Laju respirasi pada tanaman Garut (M. arundinacea)
Dari hasil penelitian (Giyatmi, dkk. 2006) Produksi tanaman (M. arundinacea) biasanya lebih akurat dinyatakan dengan ukuran berat kering daripada dengan berat basah, karena berat basah sangat dipengaruhi oleh kondisi kelembaban. Hasil berat kering merupakan keseimbangan antara fotosintesis dan respirasi. Fotosintesis mengakibatkan peningkatan berat kering tanaman karena pengambilan CO2 sedangkan respirasi mengakibatkan penurunan berat kering karena pengeluaran CO2 (Gardner dkk.,1991). Perlakuan GA3 dengan konsentrasi 50 ppm menunjukkan adanya beda nyata dengan perlakuan GA3 pada konsentrasi 100, 150 dan 200 ppm. Perlakuan GA3 dengan konsentrasi di atas 50 ppm menghasilkan nilai yang lebih rendah dari kontrol. Selain melakukan proses fotosintesis tanaman juga melakukan proses respirasi. Hasil analisis varian tehadap laju respirasi tanaman M. Arundinacea menunjukkan adanya beda nyata yang disebabkan oleh perlakuan. Data rerata laju respirasi M. arundinacea setelah diberi perlakuan GA3. Berdasar data yang diperoleh dalam penelitian ini, laju respirasi tertinggi dicapai pada perlakuan GA3 dengan konsentrasi 100 ppm, sedangkan laju respirasi terendah pada perlakuan GA3 dengan konsentrasi 150 ppm. Nilai laju respirasi terlihat fluktuatif pada masing-masing konsentrasi. Hal ini diduga adanya perbedaan pembagian hasil fotosintesis untuk respirasi. Pada perlakuan GA3 dengan konsentrasi 150 ppm, hasil fotosintesis diduga lebih diarahkan pada pembentukan anakan sehingga jumlah anakan yang terbentuk paling tinggi dan laju respirasinya rendah. Pada perlakuan GA3 dengan konsentrasi 100 ppm hasil fotosintesisnya diduga lebih banyak dimanfaatkan untuk respirasi sehingga jumlah anakan yang terbentuk sedikit

c.       Faktor yang mempengaruhi laju respirasi tanaman Garut (Maranta arundinacea L.)
Beberapa faktor yang mempengaruhi  laju respirasi tanaman M. arundinacea yaitu : lebih diarahkan pada pembentukan anakan sehingga jumlah anakan yang terbentuk paling tinggi dan laju respirasinya rendah. Pada perlakuan GA3 dengan konsentrasi 100 ppm hasil fotosintesisnya diduga lebih banyak dimanfaatkan untuk respirasi sehingga jumlah anakan yang terbentuk sedikit Cahaya dapat meningkatkan fotosintesis sehingga dihasilkan fotosintat yang banyak sebagai substrat respirasi. Cahaya juga mampu meningkatkan suhu yang mampu mendukung respirasi, tetapi suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan inaktifnya enzimenzim sehingga menghambat respirasi. Pengukuran respirasi melibatkan gerakan mekanis penggoyangan tanaman yang dapat meningkatkan respirasi.


3.      Kesimpulan
Dari hasil penelitian (Giyatmi, dkk. 2006) Produksi tanaman (M. arundinacea) . Hasil analisis varian tehadap laju respirasi tanaman M. Arundinacea menunjukkan adanya beda nyata yang disebabkan oleh perlakuan. Data rerata laju respirasi M. arundinacea setelah diberi perlakuan GA3. Berdasar data yang diperoleh dalam penelitian ini, laju respirasi tertinggi dicapai pada perlakuan GA3 dengan konsentrasi 100 ppm, sedangkan laju respirasi terendah pada perlakuan GA3 dengan konsentrasi 150 ppm. Nilai laju respirasi terlihat fluktuatif pada masing-masing konsentrasi. Hal ini diduga adanya perbedaan pembagian hasil fotosintesis untuk respirasi.


4.      Daftar pustaka

Drs. Suyitno Al. MS. Respirasi Pada Tumbuhan. Materi disampaikan pada kegiatan pembinaan Tim Olimpiade Biologi SMAN Kalasan, Yogyakarta pada 27 Februari 2006 di SMAN Kalasan.
Giyatmi Wahyu Lestari, Solichatun, Sugiyarto. Pertumbuhan, Kandungan Klorofil, dan Laju Respirasi Tanaman Garut (Maranta Arundinacea L.) Setelah Pemberian Asam Giberelat (Ga3). Jurusan Biologi Fmipa Universitas Sebelas Maret (Uns) Surakarta 57126. Diterima: 27 Desember 2005. Disetujui: 2 Pebruari 200

at BATU,























Sabtu, 25 Mei 2013

praktikum pemuliaan tanaman heretabilitas



LAPORAN PEMULIAAN TANAMAN

HERITABILITAS












OLEH KELOMPOK : I2

1.      JAYA GAUTOMO                                   125040201111002
2.      KARUNIA PRATAMA P.                        125040201111001
3.      KISNATUN NOFIYAH                           125040201111003
4.      LUTFI KHOMAROH                              125040201111011
5.      KHAERUL MUTTAQIEN                       125040201111071
6.      LUTFI PRAMUKYANA                          125040201111106
7.      MAR’ATUS ESKY RINATA                    125040201111161
8.      LIBELA SEPTA WAHDINI                      125040201111167
9.      KHUSNUN AZIZAH                               125040201111177
10.  LUKMAN FEBRIANSYAH                    125040201111185
11.  M. BAYU MARIO                                   125040201111238
12.  KHOIRUN NISA’                                    125040201111248
13.  LATIFATUN NISA’                                 125040207111009
14.  LEA AGITA TARIGAN                           125040201111293
15.  LUFI WULANDARI                                125040207111043


ASISTEN       : DIAN KUSUMA AYU





PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013




I.1. Latar Belakang

Pengetahuan tentang besarnya keragaman genotipe dalam suatu populasi merupakan modal penting dalam program pemuliaan tanaman, karena keragaman genotipe mencerminkan besarnya potensi dan kecepatan dari populasi tersebut untuk menerima perbaikan. Populasi dengan keragaman genotipe rendah mencirikan bahwa anggota populasi tersebut secara genetis relatif homogen sehingga seleksi untuk mendapatkan tanaman unggul akan sulit dilakukan. Untuk dapat menentukan besarnya kergaman genotipe suatu populasi perlu diketahui komponen-komponen yng menyusun keragaan individu tanaman penyusun populasi.
Persilangan akan mengakibatkan timbulnya populasi keturunan yang bersegregasi. Adanya segregasi ini berarti ada perbedaan genetik pada populasi, sehingga merupakan bahan seleksi, guna meningkatkan sifat. Generasi keturunan yang bersegresi dapat berbeda karena perbedaan macam persilangan.
Rounded Rectangle: P = G + E

Keragaman yang dapat diamati pada suatu individu tanaman merupakan perwujudan dari faktor genetis yang menjadi ciri bawaan dari tanaman tersebut (genotipe) dan faktor lingkungan yang menjadi tempat tumbuhnya. Secara sederhana hubungan tersebut dapat dilambangkan sebagaiberikut:


Dimana P adalah keragaman yang dapat diamati (fenotipe), G adalah ciri genetis tanaman (genotipe) dan E adalah lingkungan. Oleh karena hanya P yang dapat diukur secara langsung maka untuk mengetahui besarnya G dan Enviroment diperlukan penguraian. Penguraian fenotipe menjadi komponen G dan Enviroment tidak mungkin dilakukan berdasarkan pengamatan langsung individu tanaman, karena G maupun Enviroment tidak dapat diamati secara langsung. Karena itu penguraian perlu dilakukan berdasarkan populasi tanaman dan hubungan diatas menjadi:
h2 =  =
keterangan:
h2            = heritabilitas
s2g       = ragam genetik
s2p       = ragam fenotip
s2e        = ragam lingkungan
Teknik analisis yang paling banyak digunakan untuk tujuan pemuliaan tanaman atau tujuan diatas adalah teknik analisis varians yang diikuti dengan penguraian komponen varians. Berdasarkan analisis varians tersebut dapat diketahui besar dan kebermaknaan genotipe, namun belum diketahui besarnya sumbangan keragaman genotipe tersebut terhadap keragaman fenotipenya. Oleh karena itu, ada satu parameter genetis yang masih perlu ditaksir, yaitu heretabilitas ( h2 ) atau daya waris (dalam hal ini adalah heretabilitas dalam arti luas).
Heretabilitas merupakan nilai relatif yang menunjukkan besarnya sumbangan keragaman genot
ip dan dapat dinyatakan sebagai berikut, nilai h2 menunjukkan besarnya potensi dari populasi untuk menerima perbaikan dan     memiliki nilai antara 0 dan 1, jika h2 = 1 berarti bahwa keragaman fenotipe seluruhnya timbul karena adanya perbedaan genotipe, sebaiknya jika h2 = 0 berarti keragaman fenotipe seluruhnya timbul karena pengaruh lingkungan yang beragam. Kriteria heretabilitas : 0 – 20 (rendah) ; 20 – 50 (sedang) ; >50 (tinggi).

I.2 Tujuan

Mempelajari cara penafsiran besarnya keragaman genotipe dan heretabilitas arti luas dari sifat-sifat tanaman.




























- Heritabilitasmerupakansuatutolakukur yang digunakandalamsuatuseleksi, yaitu untuk mengetahui kemampuan tetua dalam menurunkan kesamaan sifat kepada keturunannya.
                                                                                                          (E.J Warwick, 1995)

- Heritabilitas adalah parameter genetik  yang mengukur kemampuan suatu genotype dalam suatu populasi tanaman untuk mewariskan karakter yang dimiliki atau suatu pendugaan yang mengukur sampai sejauh mana variabilitas penampilan suatu genotype dalam suatu populasi tanaman yang disebabkan oleh peranan factor genetik. 
   (Poelman dan Sleeper,1995)

-   Heritability refers to the role of genetic and environmental factors to the inheritance of a character plants.
(Allard,1960)

2.2 Kegunaan / Manfaat heritabilitas

Untuk mengetahui ada tidaknya kemajuan seleksi (genetic gain) dari populasi hasil seleksi, untuk menentukan metode seleksi yang akan digunakan., un tuk menentukan waktu pelaksanaan seleksi pada generasi awal atau generasi tertentu.
(Kuswanto,2012)


Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya pengukuran heritabilitas antara lain karakteristik populasi, sampel genotip yang diteliti, metode perhitungan, seberapa luasnya evaluasi genotip, adanya ketidak seimbangan pautan yang terjadi, dan tingkat ketelitian selama penelitian
(Fehr,W.R,1987)












·         Penggaris/Meteran                        : Untuk Mengukur Jarak Lubang Tanam
·         Sekop                                           : Untuk Meratakan dan Melubangi Media
                                                        Tanam (tanah)
·         TaliRafia                                       : Untuk Membuat Batasan
·         Kayu                                             : Untuk Penyangga Batasan
·         Buku Panduan Heritabilits           : Untuk Pustaka / Panduan teknik
                                                       Persilangan yang Bersangkutan
·         Kamera                                         : Untuk Dokumentasi


·         Tanah                               : Sebagai Media Tanam
·         Benih Kedelai                  : Sebagai Bahan Perlakuan (varietas Anjasmoro, Tagamus,Wilis)

3.2  Waktu dan Tempat Praktikum

Waktu                               : Senin,14 April 2013 Jam 06.00 Pagi
Tempat Praktikum             : Lahan Parkir BP























3.3 Alur Kerja

                                         
Siapkan Alat dan Bahan
                             
Gemburkan Tanah Terlebih Dahulu
 

Tentukan Jarak Tanam (20 cm)


 


Buat Lubang Pada Jarak Tanam yang Sudah di Buat


 


Masukkan Benih Kedelai


Tutup Lubang Kembali


 


Lakukan Pengamatan Tentang Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun (5x Pengamatan Tiap Minggu)


 


                   Buat Laporan










Nama komoditi                       : Kedelai
Varietas                                   : 1. Tagamus
                                                       2. Wilis
                                                       3. Anjasmoro
Luas tanam                             : 90 cm x 225 cm
Jumlah populasi                      : 30
Tanggal tanam                                    : 14 April 2013
Tanggal pengamatan              : 23 April, 30 April, 7 Mei 2013
Genotipe
Ulangan
No. Tanaman
Pengamatan ke-
I
II
III
IV
V1
V1
V1
V1
V1
U1
U1
U1
U1
U1
1
2
3
4
5
25
26
30
28
25
44
40
38
42
41
42
44
39
37
44
52
53
54
56
48

V1
V1
V1
V1
V1
U2
U2
U2
U2
U2
1
2
3
4
5
32
27,5
26
36
24
46
35
38
41
36
42
28
29
36,5
36
29,2
15
28
25
32
V1
V1
V1
V1
V1
U3
U3
U3
U3
U3
1
2
3
4
5
32
34
36
30
31,2
43
45
45,5
44
44
47
46,5
44,5
45,5
46
50
48
46,5
49
48,5

Genotipe
Ulangan
No. Tanaman
Pengamatan ke-
I
II
III
IV
V1
V1
V1
V1
V1
U1
U1
U1
U1
U1
1
2
3
4
5
3
2
3
2
2
3
3
3
2
3
5
5
6
7
7
10
11
11
8
9

V1
V1
V1
V1
V1
U2
U2
U2
U2
U2
1
2
3
4
5
6
7
4
5
5
12
12
9
7
7
5
10
7
6
4
13
12
11
7
10
V1
V1
V1
V1
V1
U3
U3
U3
U3
U3
1
2
3
4
5
6
6
6
6
6
         11
7
8
9
8
        12
15
14
11
10
14
17
16
13
11

Genotipe
Ulangan
No. Tanaman
Pengamatan ke-
I
II
III
IV
V1
V1
V1
V1
V1
U1
U1
U1
U1
U1
1
2
3
4
5
23
20,5
16,5
11,5
19
23
22,5
20,5
16
19
21
22,5
26
21,5
22
21
23,5
18,5
21,5
27,5

V1
V1
V1
V1
V1
U2
U2
U2
U2
U2
1
2
3
4
5
21
24
20
23
22
25
27
24
25
26
30
33
28
30
31
39
40
38
37
41
V1
V1
V1
V1
V1
U3
U3
U3
U3
U3
1
2
3
4
5
20
18
23
21
22
22
20
21
24
26
28
37
40
40
47
39
41
44
51
44

Varietas: wilis ; Karakter: jumlah daun
Genotipe
Ulangan
No. Tanaman
Pengamatan ke-
I
II
III
IV
V1
V1
V1
V1
V1
U1
U1
U1
U1
U1
1
2
3
4
5
5
5
4
4
3
7
6
5
7
5
6
6
8
9
5
6
10
4
11
9

V1
V1
V1
V1
V1
U2
U2
U2
U2
U2
1
2
3
4
5
3
4
3
4
4
4
5
5
4
5
5
7
6
5
7
7
9
9
7
10
V1
V1
V1
V1
V1
U3
U3
U3
U3
U3
1
2
3
4
5
4
6
5
2
5
6
7
7
5
6
7
8
8
6
7
9
10
8
8
8




Varietas: Kedelai varietas anjasmoro ; Karakter: Tinggi tanaman
Genotipe
Ulangan
No. Tanaman
Pengamatan ke-
I
II
III
IV
V1
V1
V1
V1
V1
U1
U1
U1
U1
U1
1
2
3
4
5
24
32
29,5
22
31,5
21
43
37
40
32
43
48
41
35
49
45
44,8
38
49
40,5

V1
V1
V1
V1
V1
U2
U2
U2
U2
U2
1
2
3
4
5
28
28
28
26
26
28,5
29
30
28
29
30
31
30,5
29,5
30
31,5
33
32
34
30,5
V1
V1
V1
V1
V1
U3
U3
U3
U3
U3
1
2
3
4
5
24
25
24
23
22
32
26
27
26
26
35
29
34
35
mati
37
35
37
37
Mati

Varietas: Kedelai varietas anjasmoro ; Karakter: Jumlah Daun
Genotipe
Ulangan
No. Tanaman
Pengamatan ke-
I
II
III
IV
V1
V1
V1
V1
V1
U1
U1
U1
U1
U1
1
2
3
4
5
3
4
4
3
2
4
5
7
3
3
5
5
3
5
7
6
12
4
4
11

V1
V1
V1
V1
V1
U2
U2
U2
U2
U2
1
2
3
4
5
4
5
6
8
4
5
8
7
10
5
7
11
9
12
8
10
12
11
14
11
V1
V1
V1
V1
V1
U3
U3
U3
U3
U3
1
2
3
4
5
8
8
8
8
8
5
4
5
3
3
6
5
6
5
mati
7
6
7
7
mati






Tabel rerata pengamatan karakter Kedelai
Genotip
Ulangan
Total
I
II
III
Tanggamus
Wilis
Anjasmoro
41,2
22,6

              43,2
34,3
30,4

30,2
45,9
38,4

26,6
121,4
91,4
100
Total
107
94,9
                110,9
        312,8

Genotip
Ulangan
Total
I
II
III
Tanggamus
Wilis
Anjasmoro
6

4,2

5
6,4

3,2

9,4
12,4

3,6

12,4
24,8
20
26,8
Total
                17,8
                 21,8
32
71,6


Tinggi
SumberKeragaman
derajatbebas (db)
JumlahKuadrat
Kuadrat Tengah
Genotip
Ulangan
Galat (eror)
3  - 1 =(2)
3 – 1 =(2)
(3 – 1)(3 – 1) =(4)
159,1
- 8729,609
9075,029
79,55

-4364,8

2268,75

Total
(9) – 1 =(3)


Daun
SumberKeragaman
derajatbebas (db)
JumlahKuadrat
Kuadrat Tengah
Genotip
Ulangan
Galat (eror)
3  - 1 =(2)
3 – 1 =(2)
(3 – 1)(3 – 1) =(4)
 
  8,14
35,74
- 74,82


4,07

17,87

-18,705

Total
(9) – 1 =(8)















sampel 1


sampel 2



sampel 3



Sampel 1
 



Sampel 2
 





Sampel 3
 

 







           





sampel 4


sampel 5

 







4.2  Analisis keragaman dan taksiran kuadrat tengah (perhitungan nilai heritabilitas)
a.       Karakter Tinggi tanaman
FK(FaktorKoreksi)        = (Grand total)2/(jumlah ulangan × Jumlah genotip)
                                    FK       = (312,8)2 / (3 x 3)
                                                = 10871,54
JKT (JK Total)              = Kuadrat masing-masing nilai genotip dan ulangan– FK
                                  JKT      = (41,2²+34,3²+45,9²+22,6²+30,4²+38,4²+43,2²+30,2²+26,6²)-
    10871,54
= 11.376,06 -10871,54
= 504,52

JKg (JK genotip)           = {(Nilai total genotip masing-masing ulangan)2/ulangan)} –FK
                                    JKg     =  ((121,4²+91,4²+100²)/3) - 10871,54
= 11.030,64 - 10871,54
= 159,1



JKu(JK ulangan)           = {jumlah (Nilai total masing-masing ulangan)2/genotip)} – FK
                                    JKu     =  ((107²+94,9²+110,9²)/3) - 10871,54
                                                = 2141,931 - 10871,54
 = - 8729,609
JKe (JK eror)     =  JKT – JKg Jku
= 504,52 - 159,1 – (- 8729,609)
= 9075,029

b.      Karakterjumlah daun
FK(FaktorKoreksi)        = (Grand total)2/(jumlahulangan × Jumlahgenotip)
                                    FK       = (71,62) / (3 x 3)
                                                = 569,62
JKT (JK Total)              = Kuadrat masing-masing nilai genotip dan ulangan– FK
                             JKT           = (6²+6,4²+12,4²+4,2²+3,2²+3,6²+5²+9,4²+12,4² )- 569,62
                                                = 538,68 – 569,62
                                                = - 30,94

JKg (JK genotip)           = {(Nilai total genotip masing-masing ulangan)2/ulangan)} – FK
                                    JKg     =  
                                                =
                                                = 577,76 – 569,62
= 8,14


JKu(JK ulangan)           = {jumlah (Nilai total masing-masing ulangan)2/genotip)} – FK
        JKu     =
= 605,36 – 569,62
                                                = 35,74

JKe (JK eror) =  JKT – JKg Jku
= (- 30,94) - 8,14 - 35,74
= - 74,82




            Kemudian, kita dapat menduga nilai Keragaman genetik dengan menggunakan analisis komponen ragam menurut Steel dan Torrie (1980), sebagai berikut;

s2g       = (KTg – KTe) : u
s²e       = KTe
s²p      = s²g+s²e
Keterangan:
KTg     = kuadrat tengah genotip
KTe       = kuadrat tengah galat (eror)
s2g       = ragam genetik
s2e       = ragam galat (eror)
u          = ulangan

Tinggi Tanaman:
σ2g      = (79,55 - 2268,75) : 3
          = (- 2189,2) : 3
          = - 729,73
σ2 e   = 2268,75
σ2 p   = σ2g + σ2 e
= (-729,73) + 2268,75
= 1539,016
           
Jumlah Daun :
σ2g      = (4,07-(-18,705)) : 3
          = (22,775) : 3
          = 7,59
σ2 e   = -18,705
σ2 p   = σ2g + σ2 e
= 4,07 + (-18,705)
= -14,635

Heritabilitas diduga dengan analisis komponen ragam menurut Allard (1960) sebagai berikut:
h2 =  =
keterangan:
h2            = heritabilitas
s2g       = ragam genetik
s2p       = ragam fenotip
s2e       = ragam lingkungan
Kriteria heritabilitas yang digunakan adalah menurut Stanfield (1991):
< 0,2                = heritabilitas rendah
0,2 – 0,5          = heritabilitas sedang
> 0,5                = heritabilitas tinggi

Tinggi Tanaman:
          h2 =  = -0,474
Jumlah Daun:
          h2 =  = -0,518

4.3 PEMBAHASAN

4.3.1 Ragam yang terjadi dalam populasi

Berdasarkan praktikum yang telah kami lakukan di kebun praktikum jurusan budidaya pertanian, kami mengamati 2 karakter yaitu diantaranya tinggi tanaman dan jumlah daun. Nilai heritabilitas dibagi dalam beberapa kategori menurut Stansfield yaitu tergolong rendah jika nilai heritabilitasnya < 20 %, tergolong sedang jika nilai heritabilitasnya 20-50 %, dan tergolong tinggi jika nilai heritabilitasnya > 50 %.
Berdasarkan kategori tersebut maka nilai heritabilitas yang diperoleh dari hasil analisis data untuk variable pengamatan tinggi tanaman yaitu -0,474, menunjukkan bahwa nilai heritabilitasnya tergolong rendah. Untuk variable pengamatan jumlah daun diperoleh nilai heritabilitas sebesar -0,518, menunjukkan bahwa nilai heritailitasnnya juga tergolong rendah. Sama halnya dengan variable pengamatan tinggi tanaman.
Semua variable pengamatan diatas menunjukkan nilai heritabilitas yang tergolong rendah karena nilainya < 20 %. Hal ini berarti bahwa peran genetik terhadap 2 variable pengamatan kedelai tersebut sangat kecil dan sebagian besar fenotipenya dipengaruhi oleh lingkungan.

4.3.2 Faktor yang mempengaruhi nilai heritabilitas

     Heritabilitas adalah suatu karakter nilainya tidak konstan, banyak faktor yang
mempengaruhi nilai heritabilitas, antara lain karakteristik populasi, sampel yang dievaluasi, metode estimasinya, adanya pautan gen (linkage), pelaksanaan percobaan, generasi populasi yang diuji, dan lain sebagainya. Untuk perbanyakan generatif, karakter yang memiliki oleh nilai heritabilitas rendah biasanya terdapat pada karakter kuantitatif dan diseleksi pada generasi lanjut,sedang heritabilitas tinggi terdapat pada karakter kualitatif dan dilakukan seleksi pada generasi awal. Perbanyakan vegetatif, dapat langsung ditanam dan dilakukan seleksi individu.
Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya pengukuran heritabilitas antara lain karakteristik populasi, sampel genotip yang diteliti, metode perhitungan, seberapa luasnya evaluasi genotip, adanya ketidakseimbangan pautan yang terjadi, dan tingkat ketelitian selama penelitian. Nilai duga heritabilitas dibutuhkan untuk mengetahui proporsi penampilan yang diakibatkan oleh pengaruh genetik yang diwariskan kepada keturunannya. Nilai duga Heritabilitas berkisar antara 0,0 – 1,0, nilai duga heritabilitas sebesar 1,0 menunjukkan bahwa semua variasi penampilan tanaman yang ditimbulkan disebabkan oleh faktor genetik sedangkan nilai duga heritabilitas 0,0 menunjukkan bahwa tidak satupun dari variasi tanaman yang muncul dalam populasi tersebut disebabkan oleh faktor genetik (Babas, 2010).

4.3.3 Hubungan antara taksiran nilai heritabilitas dengan seleksi yang digunakan untuk program pemuliaan.

            Heritabilitas (h2) dimaksud sebagai proporsi ragam genotipe terhadap ragam fenotipe yang dinyatakan dengan persentase. Nilai ini berguna untuk mengetahui sampai sejauh mana pengaruh genotipe dan pengaruh lingkungan terhadap penampakkan fenotipe suatu sifat. Heritabilitas sama dengan 100% bilamana tidak terdapat ragam lingkungan. Bila ragam lingkungan membesar, maka nilai heritabilitas akan menurun (Brewbaker, 1983). Taksiran heritabilitas digunakan sebagai langkah awal pada pekerjaan seleksi terhadap populasi yang bersegregasi. Populasi tanaman dengan sifat-sifat heritabilitas tinggi memungkinkan dilakukan seleksi, sebaliknya dengan heritabilitas rendah masih harus dilihat tingkat rendahnya, yakni bila terlalu rendah (hampir mendekati nol), berarti tidak akan banyak berguna bagi pekerjaan seleksi tersebut. Menurut Makmur (1985), besaran nilai heritabilitas dapat digunakan untuk menentukan apakah seleksi yang dilakukan terhadap suatu sifat dari populasi tanaman pada lingkungan tertentu mengalami kemajuan genetik atau tidak.
            Heritabilitas merupakan parameter paling penting dalam pemuliaan tanaman. Semakin tinggi nilai heritabilitas suatu sifat yang diseleksi, maka semakin tinggi peningkatan sifat yang diperoleh setelah seleksi. Tingginya nilai heritabiltas suatu sifat menunjukkan tingginya korelasi ragam fenotipik dan ragam genetik. Pada kondisi ini seleksi fenotipik individu sangat efektif, sedangkan jika nilai heritabilitas rendah, maka sebaiknya seleksi dilakukan berdasarkan kelompok. Populasi dengan heritabilitas tinggi memungkinkan dilakukan seleksi, sebaliknya dengan heritabilitas rendah masih harus dinilai tingkat rendahya ini, yaitu bila terlalu rendah, hampir mendekati 0, jadi pekerjaan seleksi tersebut tidak akan banyak berarti.
Dari data pengamatan tanaman kedelai yang telah diperoleh, dapat diketahui hubungan antara taksiran nilai heritabilitas yang rendah, baik dalam keragaman tinggi tanaman ataupun keragaman jumlah daun dari tanaman kedelai. Hal ini menunjukkan adanya keragaman fenotip yang rendah. Semakin tinggi nilai heritabilitas suatu populasi maka akan semakin memungkinkan untuk dilakukan seleksi  dalam pemuliaan tanaman. Dengan demikian metode seleksi yang paling tepat pada tanaman kedelai dengan heritabilitas tinggi adalah menggunakn metode seleksi massa. Menurut Susan elrod (2007) , jika heritabilitas suatu sifat tinggi, maka sebagian besar variabilitas fenotipiknya disebabkan oleh variasi genetik. Dengan demikian, seorang penangkar bisa membuat kemajuan yang baik dengan menyeleksi individu-individu yang memiliki kelebihan fenotipik sebab korelasi keturunan-induk semestinya tinggi. Hal itu disebut seleksi massa, tapi sebenarnya seleksi tipe tersebut didasari oleh catatan performans individu itu sendiri atau fenotipenya.


     











V.PENUTUP

5.1    Kesimpulan

1.    Heretabilitas digunakan untuk mengetahui apakah pada sesuatu populasi terdapat
       keragaman genetik atau tidak.
2.    Sifat kuantitatif umumnya cenderung mempunyai heretabilitas tinggi, sebaliknya sifat
       kuantitatif mempunyai heretabilitas rendah.
3.    Dari hasil perhitungan yang dilakukan, ketahuai bahwa  criteria  Tinggi tanaman
kedelai
       yang dinilai itu dipengaruhi oleh lingkungan yang memang beragam (pengaruh
       lingkungan yang besar)
4.    Nilai H2 menunjukkan besarnya potensi dari populasi untuk menerima perbaikan dan
       memiliki nilai antara 0 dan 1, jika H2 = 1 berarti keragaman fenotipe seluruhnya timbul
       karena adanya perbedaan genotipe, sebaiknya jika H2 = 0 berarti keragaman fenotipe
       seluruhnya timbul karena pengaruh lingkungan yang beragam.
5.    Populsi dengan heretabilitas tinggi memungkinkan dilakukan seleksi, sebaliknya dengan
       heretabilitas rendah masih harus dinilai tingkat rendahya ini, yaitu bila terlalu rendah,
       hampir mendekati 0, berarti tidak akan banyak berarti pekerjaan seleksi tersebut.
6.    Kriteria heretabilitas : 0 – 20 (rendah) ; 20 – 50 (sedang) ; >50 (tinggi).


5.2    Saran

1.      Buat asisten untuk praktikum pemuliaan tanaman terutama heritabilitas lebih di prepare lagi sebelum menanam di kebun praktikum budidaya pertanian
2.      Untuk bahan yang akan di gunakan juga harusnya lebih di siapkan lagi agar untuk perhitungan data lebih mudah
3.      Sebelum menanam sebaiknya asisten mendata varietas per kelompok yang akan di tanam.
4.      Buat asisten lebih memberi penjelasan lebih rinci lagi sebelum melaksanakan praktikum.
Terima kasih
 





DAFTAR PUSTAKA


Allard.1960.Plant Brading technique.Lowa State University Press
Brewbaker. 1983. Genetik Pertanian. Seri Lembaga Genetika Modern. Jakarta.
E.J, Warwick.1995.Pemuliaan Tanaman.Jogyakarta:Gajah Mada University Press.
Fehr,W.R.1987.Principles of Cultivar Development.Vol 1.Theory and Technique.Lowa State
        University.New York.
Kuswanto.2012.Heritabilitas/lecture.Malang:Universitas Brawijaya.
Nasir, M. 1999, “Heritabilitas dan Kemajuan Genetik Harapan Karakter Agronomi Tanaman Lombok (Capsicum annuum L.)”. Dalam Habitat. (109) 11.p.1-8.
Poelman dan Sleeper.1995.Breeding field crops.Edition 4.Lowa State University Press/Ames.